Kenali Cara Kerja Fraud Dan Pencegahannya

0
1929

 

JAKARTA, Komite.id – Keynote tentang Cyber Security dan Fraud Prevention dibawakan oleh Dr. Adi Prananto akademisi dari Swinburne University di Victoria, Australia yang berfokus pada topik Data Analytics, Information & Cybersecurity and Risk Management. Dr. Adi Pranoto sudah beberapa kali memberikan kuliah terkait pemanfaatan Data analytics dan AI, kali ini mengusung topik Fraud Prevention and Detection di DataGovAi Websummit 2021.

Fraud atau penipuan mempunyai arti yang cukup luas dan didefinisikan oleh Australian Government Commonwealth Fraud Prevention Center 2021 sebagai dishonestly obtain benefit causing lost by deception, or other means pengambilan keuntungan secara tidak jujur yang menyebabkan kerugian melalui penipuan atau cara lainnya seperti serangan melalui phishing atau sosial engineering, korupsi atau membeli suara dalam pemilu seperti di AS yang juga dikategorikan sebagai Fraud.

Luasnya spektrum dari Fraud, menjadi sulit bagi enterprise atau entitas lainnya untuk menghindari dan mendeteksi adanya Fraud. Dalam legal sistem Barat, ternyata tidak mudah dilakukan pembuktiannya, karena dibutuhkan pembuktian maksud (intent) oleh penegak hukum, yang mana sulit untuk dibuktikan. Disinilah peranan data analytics terhadap jejak (trail) data dan anomaly yang dilakukan oleh setiap orang menjadi powerful tools. Karena dengan menganalisa jejak data, pergerakan, data transaksi dan tingkah laku  dari seseorang yang dicurigai serta sosial media profiling, maka lebih mudah untuk mendapatkan maksud dan tujuan sebuah kejahatan fraud.

Melalui tindakannya, fraud akan memanfaatkan suatu kebohongan yang bertujuan untuk mendapatkan berbagai keuntungan secara tidak adil. Tindakan fraud tentunya bisa melanggar hukum karena didalamnya terdapat berbagai unsur kecurangan. Jadi, jelas sudah bahwa fraud merupakan suatu bentuk kecurangan atau upaya pelanggaran hukum.

Dikatakan olehnya, teknik fraud dikenal sangat kompleks, beraneka ragam, kreatif, mudah beradaptasi dengan lingkungannya dan hanya diketahui sebagai puncak, karena sering tidak diberitakan kepada publik.

Dalam hal ini, data anomaly atau outliers merupakan data point atau value yang unik, abnormal dan jauh berbeda signifikan dari berbagai data observasi sebagai indikasi dari kegiatan yang mencurigakan dan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Outliers belum dikatakan sebagai fraud namun bisa mengarah kepada indikasi sebuah tujuan.

Misalnya analisa data realtime penggunaan credit card yang tiba tiba jauh berbeda dalam hal jumlah dan dari lokasi yang jauh misalnya di Eropa, maka dapat segera dilaporkan kepada pemilik credit card tersebut apakah transaksi tersebut benar dilakukan atau tidak. Jika pemilik kartu merasa tidak melakukan transaksi tersebut, maka dapat memberikan pesan kepada merchant dan bank untuk membatalkan dan memblokir transaksi tersebut sebelum menjadi fraud sebagai fraud prevention.

Proses semacam ini tidak mungkin lagi dilakukan dengan cara manual karena fraud dapat terjadi 24/ 7 setiap saat dan fraudster atau hacker nya juga menggunakan peralatan canggih termasuk AI, disini peranan transformasi digital dan AI untuk fraud detection dan prevention menjadi sangat signifikan. Apalagi, memasuki era Pandemi COVID-19 dimana digital transformasi menjadi keniscayaan baik di kehidupan masyarakat individual maupun kegiatan di enterprise serta serangan hacker yang semakin marak menyerang situs strategis e-commerce maupun pemerintah.

Meski begitu, terdapat berbagai cara dalam mencegah tindakan fraud tersebut seperti memberikan SOP anti korupsi dan membuat analisa keuangan dengan baik. Selain itu, juga bisa menggunakan aplikasi akuntansi dengan basis cloud untuk menyimpan data keuangan yang disertai dengan otorisasisi khusus agar datanya aman.