dok.komite.id/hani pebriyani

Jakarta,Komite.Id – “Tuntutlah Ilmu sampai ke negeri Cina,” begitu titah sebuah hadis yang sekalipun lemah derajatnya, tetapi menjadi bukti tentang posisi strategis Tiongkok, ujar Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA. Juga mengapa Prof Nasaruddin beberapa kali berkunjung ke Tiongkok untuk belajar bagaimana masyarakat Tionghoa mengedepankan toleransi terhadap berbagai agama dan kepercayaan, serta mengabarkan bagaimana Indonesia dengan semangat Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila mendorong Persatuan dan Kesatuan, meskipun Indonesia juga memiliki beraneka ragam agama dan kepercayaan serta suku dan budaya yang kaya dan juga dikagumi oleh Tiongkok.

Ditambahkan “Indahnya warna warni seperti pelangi demikian juga beragamnya budaya dan agama di Tanah Air, bayangkan jika semuanya didunia diharuskan hanya monoton berwarna hitam atau putih saja”, ujar Guru Besar Masjid Istiqlal.

Ternyata, ada sejumlah alasan kuat kenapa Cina diposisikan sebagai negara tujuan menuntut ilmu. Di antaranya, jauh sebelum ajaran Islam diturunkan Allah SWT, bangsa Cina memang telah mencapai peradaban yang amat tinggi. Kala itu, masyarakat Negeri Tirai Bambu sudah menguasai beragam khazanah kekayaan ilmu pengetahuan dan peradaban. Dalam dunia perdagangan, penduduk Cina dikenal sebagai masyarakat yang sangat pandai. Karena itu, di beberapa negara di dunia, penduduk Cina turut meramaikan perekonomian sebuah negara.

Tak bisa dimungkiri bahwa umat Islam juga banyak menyerap ilmu pengetahuan serta peradaban dari negeri ini. Beberapa contohnya, antara lain ilmu ketabiban, kertas, serta bubuk mesiu. Kehebatan dan tingginya peradaban masyarakat Cina ternyata sudah terdengar di negeri Arab sebelum 500 M.

Saat Dinasti Tang berkuasa, masyrakat Cina sudah mengenal uang kertas. Mereka melakukan peredaran atau pertukaran uang kertas bersama dengan kekaisaran Romawi dan Persia. Dalam catatan William L Langer, dalam Encyclopedia of World History, edisi 1956, ketika pusat pemerintahan dipegang oleh seorang Muslim, sirkulasi atau peredaran uang kertas berjalan dengan baik. Namun, saat pusat pemerintahan di pegang kelompok non-Muslim, terjadilah krisis moneter dan inflasi merajalela.

“Menurut, Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar,MA, China memperhatikan kondisi dan situasi keagamaan dalam negeri, menjunjung kebebasan beragama, serta melindungi hak kebebasan beragama warganya. China juga membangun hubungan agama yang aktif dan sehat serta menjaga keharmonisan agama di kalangan masyarakat”.

Rudi Rusdiah, Wasekum Humas sebagai anggota Delegasi PSMTI yang dipimpin oleh Ketum PSMTI Wilianto Tanta merasa sangat bangga dan berterima kasih atas waktu untuk bersilahturahmi yang disediakan oleh Prof Nasaruddin ditengah kesibukan menyelenggarakan International Conference di Masjid Istiqlal tentang Inter Faith (Antar Agama & Kepercayaan) mendorong kebersamaan, toleransi apalagi ditengah dunia yang mengalami perpecahan, polarisasi dan gelombang post truth akibat peperangan di Timur Tengah.

Terowongan Silaturahmi yang menghubungkan antara Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral juga  adalah symbol toleransi umat beragama di Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika.

Delegasi silahturahmi PSMTI dengan Imam Besar Masjid Istiqlal dipimpin oleh Wilianto Tanta, Ketua Umum PSMTI Pusat dengan anggota; Abraham Rudy Tan, Dewan Penyantun PSMTI Pusat; Peng Suyoto B.Com, Sekretaris Umum PSMTI Pusat; Dr Djoni Toat SH,MM, Ketua Harian II PSMTI Pusat; Johnny Situwanda, WKU Kaderisasi & Kepemudaan, PSMTI Pusat; Dr Rudi Rusdiah MA, Wasekum Bidang Humas PSMTI Pusat; Handi Gunawan, Ketua PSMTI Jakarta Pusat; Muljadi Husen, Ketua PSMTI Kota Jakarta Utara; Nicholaus Phang, Ketua PSMTI Kota Jakarta Timur; Sudiono Chung, Sekretaris Ketua Harian, PSMTI Pusat; Eric Fernando SIP,MSi, Wasekum PSMTI Pusat; Serian Wijatno, WKU Horgama PSMTI Pusat.

Selain itu sudah ditemukan kertas, juga ada teh, keramik yang indah, seni ukir logam, seni ukir kayu, seni ukir batu. Semua budaya ini belum dikenal di Asia Tengah, Jazirah Arab maupun Eropa. Sehingga dapat dikatakan Tiongkok jauh lebih maju dalam banyak hal, segala hal ada di sana.

Dengan kemajuan teknologi dan budaya Tiongkok, juga banyak pengetahuan lain yang ditemukan di Tiongkok, maka muncullah pernyataan: “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”. Ditambahkan, “Tiongkok tidak perlu ditakuti, karena sepanjang sejarah manusia modern, Tiongkok dikenal sebagai negara besar yang tidak pernah menjajah (kolonialisasi) negara lain, berbeda dengan negara Barat dan Eropa yang menjajah banyak negara di benua Afrika, Asia bahkan Amerika”, imbuh Prof Nasaruddin.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.