Menuju Indonesia Digital, BAKTI Kominfo Hadirkan Tol Langit

0
1105

Jakarta, Komite.id- Dalam rangka memperkuat jaringan tulang punggung, Badan Aksesiblitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (BAKTI Kominfo), berharap proyek Palapa Ring Integrasi sudah dimulai tahun 2022 mendatang.

Palapa Ring Integrasi ini akan menghubungkan ketiga jaringan tulang punggung Palapa Ring Barat, Tengah dan Timur, sehingga semakin andal dan berkualitas. Integrasi tersebut, diharapkan  bisa memperkuat ketahanan ketika terjadi kendala pada salah satu jaringan.

Hal ini disampaikan Direktur Utama BAKTI Kominfo, Anang Latif, dalam diskusi secara virtual, dengan tema “Apa Kabar Tol Langit?”, Selasa (14/9). Kata dia, kalau proyek ini diluncurkan tahun depan, pihaknya akan memulai pengerjaan proyek dengan segera. Ditambahkan Anang, pada saat semua paket Palapa Ring sudah terintegrasi, maka penggunaan jaringan tulang punggung telekomunikasi juga akan meningkat. “Adapun utilisasi ketiga paket Palapa Ring, saat ini baru mencapai sekitar 25 persen sampai 30 persen,” ujar Anang.

Ia menjelaskan, BAKTI sudah membagi rencana Palapa Ring Integrasi ini dalam dua tahap, dengan total kabel serat optik sepanjang 12.803 kilometer. Jika proyek ini berjalan sesuai jadwal, maka tahap pertama, akan berlangsung pada 2022, mencakup 5.226 kilometer. “Pada tahap pertama integrasi, BAKTI siap menghubungkan Palapa Ring Tengah dengan Timur, dan mengintegrasikan Palapa Ring ke local exchange terdekat,” ucap Anang.

Lanjutnya, Palapa Ring Integrasi tahap pertama, juga akan mengurus koneksi ibu kota baru, dari jalur Palapa Ring Tengah dan Timur. Dan untuk tahap kedua, akan berlangsung pada 2023, sepanjang 6.857 kilometer, yang menghubungkan Palapa Ring Barat, Tengah dan Timur. Ditambahkan Anang, pada tahap kedua ini, BAKTI juga akan mengurus interkoneksi local exchange IIX Jakarta-Denpasar, dan koneksi vital ke ibu kota baru dari Palapa Ring Barat.

Sekadar diketahui, pembangunan proyek ini, ditaksir memerlukan belanja modal sebesar Rp 8,6 triliun, dengan rincian anggaran tahun 2022, sebesar Rp 3,5 triliun, dan Rp 5,1 triliun untuk tahun 2023.

Sementara itu, Presiden Direktur Moratelindo, Galumbang Menak, yang merupakan mitra kerja BAKTI menyampaikan, jaringan Palapa Ring yang saat ini sudah terbangun di wilayah Barat, Tengah dan Timur, dalam prakteknya, tidak mudah untuk dikerjakan. “Banyak kendala lapangan yang dihadapi oleh BAKTI dan para mitra kerjanya. Umumnya tantangan hadir dari faktor geografis, sosial dan administratif,” beber Galumbang.

Menurutnya, kondisi geografis Indonesia yang memiliki pegunungan tinggi, menjadi tantangan yang luar biasa, khususnya di wilayah Papua, di mana gunung-gunungnya bisa mencapai lebih dari 4000 m di atas permukaan laut. Lokasi yang hanya bisa diakses menggunakan helikopter ini, juga menghambat kinerja para pekerja lapangan, karena suhu udara dan kadar oksigen yang rendah. “Untuk kendala, tidak hanya di masalah teknologi, namun juga dari sisi keamanan. Penyerangan dan pengerusakan bisa terjadi kapan saja dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua,” tuturnya.

Dalam hal ini, tambah Galumbung, Moratelindo harus terus berkoordinasi dengan pihak TNI/Polri, untuk menjamin keselamatan karyawan-nya saat bekerja. “Membangun Palapa Ring, tidak hanya mengorbankan keringat dan memakan biaya yang besar, tapi juga harus berkorban nyawa. Sudah banyak korban, baik dari karyawan, kontraktor, maupun aparat TNI/Polri, yang gugur demi mewujudkan internet di pelosok negeri, khususnya di wilayah Indonesia Timur,” tegas Galumbang.

Dia mengakui, untuk mengubah wajah dan pola hidup masyarakat di daerah, khususnya wilayah timur, lewat kehadiran internet, sangat tidak mudah. Peran serta berbagai pihak sangat dibutuhkan. “Bukan hanya pemerintah pusat yang bergerak maju bersama dengan mitra-mitranya, aparat keamanan TNI dan Polri yang mengawal program ini, supaya berjalan aman. Namun, peran pemerintah daerah juga harus proaktif, memberi akses kemudahan lewat berbagai perizinan yang dibutuhkan,” harap Galumbung..

Pihaknya mengharapkan, ke depan tidak terjadi lagi perizinan yang berbelit, hingga membutuhkan 29 izin hanya untuk membangun jaringan Fiber Optic (FO) sepanjang 60—70 km. “Semoga cukup satu perizinan, sudah bisa memberi akses untuk melaksanakan pekerjaan, sehingga program-program pemerintah, dapat berjalan dengan lebih cepat, dan hasilnya bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia,” tutup Galumbung. (red)